Cerbung I


Fanderland, Pulau Mimpi yang Merenovasi Hidupnya
Oh, sungguh malang nasib gadis kecil dekil itu. Tak ada lagi yang bisa menyenangkannya. Mungkin, hanya bintang yang membuatnya tetap merasa hidup. Atau karena kesabaran yang ditanam ibunya ke dalam dirinya sejak lahir? Entah.

Di beberapa meter dari letak pohon mangga, ia merebahkan tubuhnya ke tanah. Langit buncah bintang-bintang yang berpendar. Matanya redup memandang. Ia menenggelamkan dirinya dalam khayalan; mengawan bersama bintang-bintang itu di angkasa.

“Tidak ada yang lebih indah daripada langit malam yang bertabur bintang itu. Ditemani bulan yang juga amat terang. Apakah ibu juga ada di salah satu bintang-bintang itu? Atau dia lebih jauh lagi di lipatan langit tertinggi? Kepada siapa aku bisa mendapat jawabannya? Siapa? Mengapa Kau tidak menciptakan aku hidup bersama bintang-bintang itu, Tuhan? Padahal aku juga ingin tinggal di sana. Mengapa aku terlahir di tempat seperti ini? Mengapa tuhan begitu tidak adil padaku? Mengapa aku ditakdirkan se…”  Rachel menghentikan keluhannya.Masih terisak. Ia teringat lagi dengan pesan terakhir ibunya.

Dan di tepi-tepi malam pengaduan yang sesak itu, Rachel mulai mengantuk, matanya terasa berat. Dalam gelap yang senyap, dan sedikit pengap itu, Rachel sempat melintaskan satu permohonan “Ya Tuhan, berilah aku kehidupan yang indah. Pertemukan kembali aku dengan kakakku, di mana pun ia berada.”

Seketika mata Rachel mengatup perlahan. Di bawah sinar bulan. Di tengah tanah lapang yang terbuka. Sendiri.



Nanti kelanjutannya, ya!😁
di postingan selanjutnya👉

Zirah Azura

Komentar

Posting Komentar